Indonesia adalah negara yang kental akan budaya, suku, agama dan bahasa. Kalau ngomongin suku yang masih kental dengan adat istiadat, gak lengkap rasanya tanpa menyertakan suku Baduy. Salah satu ciri yang paling mencolok dari suku ini adalah pakaian adat nya yang terlihat sederhana, namun penuh makna. Kira-kira, apa aja ya keunikan dan filosofi yang tersembunyi dari baju adat suku Baduy?
Mengenal Suku Baduy
Sebelum membahas lebih dalam tentang baju adat suku Baduy, ada baiknya Sobat MI kenalan lebih dekat dulu sama suku Baduy itu sendiri. Suku Baduy atau sering disebut Urang Kanékés adalah sub-etnis dari suku Sunda yang tinggal di wilayah pedalaman Banten. Suk ini memiliki populasi sekitar sekitar 26.000 jiwa dan termasuk masyarakat yang belum terpengaruh modernisasi dan menutup diri mereka dari dunia luar, terutama suku Baduy Dalam.
Secara umum suku Baduy terbagi menjadi 3, yaitu tangtu, panamping, dan dangka. Namun, yang sering dibahas dan paling terlihat perbedaannya adalah tangtu (Baduy Dalam) dan panamping (Baduy Luar). Perbedaan ini terlihat dari segala aspek, mulai dari kebiasaan, peraturan sampai pakaian adat yang digunakan sehari-hari. Sekarang, kita bahas satu-satu perbedaan pakaian suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar.
Pakaian Suku Baduy Dalam
Sumber : dispar.bantenprov.go.id
Sumber : shopee.co.id
Sumber : minews.id
Untuk bawahannya, suku Baduy Dalam tidak menggunakan celana, melainkan sarung yang bernama samping aros atau aros. Warna sarung tenun aros ini biasanya netral, yaitu berwarna hitam dengan garis putih. Dalam membuat pakaian, suku Baduy menggunakan bahan baku yang mudah ditemukan di alam, seperti kayu-kayuan dan rempah tertentu. Bahan tersebut kemudian dimasak dan diolah sedemikian rupa sehingga mengeluarkan warna. Pakaian suku Baduy Dalam harus dijahit satu arah yang melambangkan satu adat istiadat dan warisan dari leluhur.
Kain putih juga digunakan untuk mengikat sarung samping aros agar tidak melorot. Sementara untuk aksesorisnya, suku Baduy sangat identik dengan ikat kepala. Suku Baduy Dalam biasa menggunakan ikat kepala berwarna putih kecoklatan yang bernama telekung. Ikat kepala ini juga merupakan hasil tenunan masyarakat Baduy Dalam. Selain itu, suku Baduy juga menggunakan gelang yang dipilin dari benang kapas bernama kanteh yang terus dipakai samapai pemiliknya meninggal. Bukan hanya sebagai aksesoris, gelang ini dianggap sebagai penolak sial.
Masyarakat Baduy Dalam juga biasa membawa tas kantong kain putih untuk menaruh barang-barang dan golok sebagai alat kerja. Pakaian suku Baduy dalam yang serba putih ini melambangkan kesucian dan kebudayaan mereka yang belum terpengaruh dengan dunia luar.
Walaupun termasuk suku yang menutup diri dari dunia luar, kain samping aros dan hasil tenunan lain biasanya dijual pada festival-festival Baduy. Sobat MI bisa membelinya untuk oleh-oleh, sekalian membantu pendapatan masyarakat Baduy. Harganya juga gak mahal-mahal banget, mulai dari Rp 200.000-an aja untuk kain berkualitas tinggi.
BACA JUGA : Tradisi Unik Suku Sasak NTB Sebelum Menikah
Pakaian Suku Baduy Luar
Nama baju adat suku Baduy Luar adalah baju kampret (baju kelelawar). Baju Kampret adalah baju asli orang Sunda zaman dulu. Sampai sekarang, hanya beberapa wilayah yang masih melestarikan dan memakai baju kampret, salah satunya adalah suku Baduy Luar. Dinamakan kampret karena berwarna hitam, sama seperti kalong/kelelawar yang juga berwarna hitam.
Berbeda dengan suku Baduy Dalam, pakaian suku Baduy Luar lebih fleksibel dan lebih simple. Suku Baduy Luar boleh menggunakan baju kampret hasil jahitan mesin dan tidak harus dengan bahan alami. Bentuk baju kampret hampir sama seperti jamang sangsang, hanya saja berwarna hitam dan memiliki kancing. Untuk bawahannya menggunakan celana pangsi, yaitu celana longgar yang panjangnya tidak sampai mata kaki.
Dari cara berpakaian, sudah bisa dilihat bahwa suku Baduy Luar sudah mulia terpengaruh dari budaya luar. Salah satu yang mencolok adalah ikat kepala corak batik berwarna hitam-biru tua yang disebut lomar. Dilansir kompas.com, ikat kepala Baduy Dalam tidak boleh digunakan suku Baduy Luar, nanti bisa kualat atau terjadi kesialan.
Suku Baduy Luar juga selalu membawa tas untuk bepergian, tas kantong berjaring ini dinamakan tas koja. Tas ini terbuat dari kulit kayu pohon teureup yang banyak ditemukan di pedalaman hutan Pegunungan Kendeng. Meskipun bentuknya terlihat rapuh, namun tas ini sangat kuat dan tahan rayap. Pembuatan tas ini bisa memakan waktu berhari-hari, bahkan berminggu-minggu tergantung dari tingkat kesulitan motif.
Tas ini adalah salah satu kerajinan tradisional yang diproduksi oleh suku Baduy. Sobat MI juga bisa membelinya di e–commerce atau di festival Baduy, lho. Namun, karena terbuat dari bahan alami, tas ini lama kelamaan bisa membusuk dan berubah warna.
Walaupun sudah terpengaruh budaya luar seperti menggunakan teknologi, namun suku Baduy Luar tetap memegang teguh aturan adat, seperti memanfaatkan bahan-bahan alam untuk memenuhi kebutuhan pokok, tidak menggunakan alas kaki dan tidak pergi keluar kawasan Baduy lebih dari seminggu.
Pakaian Adat Suku Baduy Wanita
Tidak ada perbedaan yang signifikan untuk pakaian adat suku Baduy wanita. Untuk wanita di suku Baduy Dalam, menggunakan baju berwarna putih atau hitam dengan sarung berwarna hitam. Sementara, wanita suku baduy Luar menggunakan baju warna hitam atau putih dengan sarung corak biru tua. Khusus bagi wanita yang sudah menikah, kerah baju biasanya lebih terbuka. Sementara, untuk perempuan yang masih remaja atau belum menikah, kerah bajunya lebih tertutup.
Jangan lupa untuk terus membaca postingan kita ya Sobat MI. Caranya mudah kok. Dengan klik disini. Rasakan manfaat, keasikan, dan keseruan mengenal indonesia melalui postingan di website dan akun social media mengenal indonesia.