Mengenal Indonesia

rumah adat Aceh

Rumah Adat Aceh: Keunikan, Jenis, dan Pembagian Ruang

Share this :

Rumah adat Aceh disebut juga dengan rumoh Aceh. Dua kata itu memiliki arti masing-masing.

Rumoh itu berarti rumah dan Aceh adalah nama wilayahnya.

Jika meruntut ke masa lalu, ternyata masyarakat Aceh tidak mengenal adanya rumah adat loh sobat MI.

Mereka mengenal rumah di jaman dulu sebagai rumah tradisional masyarakat Aceh.

Konon, rumah adat Aceh sudah ada sejak zaman kerajaan.

Nah, kira-kira gimana sih keunikan rumah adat yang ada di Aceh hingga keberadaannya.

Keunikan Rumah Adat Aceh

rumah adat Aceh
sumber : gerakan literasi nasional Kemendikbud

Setiap rumah adat pasti memiliki sisi keunikannya masing-masing, tak terkecuali rumah adat Aceh.

Nah, berikut 6 keunikan rumah adat Aceh yang perlu sobat MI.

1. Warna di setiap sudut rumah memberikan filosofi mendalam

Rumoh Aceh memiliki warna khas. Masyarakat Aceh sangat mempercayai bahwa setiap warna yang digunakan memiliki arti tersendiri.

Bagian perabung dan jerjak batas lantai diberi beberapa warna dengan motif beragam.

Warna kuning mendominasi bagian sisi segitiga perabung.

Menurut pemahaman masyarakat Aceh, warna kuning melambangkan karakter kuat, hangat, dan ceria.

Selain itu, warna kuning tidak akan memantulkan cahaya silau dari matahari.

Warna merah diartikan sebagai simbol semangat, senang, gairah, bahkan emosi yang labil (naik turun).

Emosi yang labil ini selaras dengan peribahasa Aceh “ureueng Aceh hanjeut teupeh: meunyo teupeh bu leubeh han jipeutaba, meunyo hana teupeh bak mareh jeut taraba”. 

Peribahasa diatas diartikan bahwa orang Aceh tidak boleh tersinggung. Jika tersinggung, nasi basi pun tidak mau ditawarkan. Jika tidak tersinggung, nyawa ia berikan.

Warna putih melambangkan kesucian dan bersih.

Warna orange memberikan makna kehangatan, kesehatan pikiran, dan kegembiraan.

Warna putih dan orange bisa sobat MI jumpai di ukiran rumoh Aceh. 

Terakhir, warna hijau. Hijau merupakan warna daun yang mengisyaratkan kesuburan. Alhasil, warna hijau diartikan sebagai simbol kesuburan, kesejukan, dan kehangatan.

2. Arah rumah selalu menghadap utara atau selatan

Arah rumah adat Aceh disarankan menghadap ke utara atau selatan. Alhasil, rumah membujur dari timur ke barat.

Pemilihan arah pun bukan tanpa sebab loh.

Alasan pertama untuk mempermudah seseorang dalam menentukan arah kiblat sholat.

Bagi rumah yang membujur dari timur ke barat maka ruangan depan dan belakang bisa digunakan untuk mendirikan sholat baik perorangan atau berjamaah.

Alasan kedua adalah untuk menghindari adanya hantaman angin badai.

Diketahui bahwa angin di daerah Aceh biasanya berhembus dari barat atau timur.

Nah, jika letak bangunan rumah menghadap ke arah angin berhembus, maka bangunan rumah akan mudah roboh.

3. Ornamen ukiran, simbol status ekonomi

Umumnya ukiran hanya sebatas hiasan dinding belaka. Namun, berbeda dengan suku Aceh. Ternyata, ornamen ukiran di beberapa rumah adat Aceh punya arti tersendiri.

Ukiran yang terpajang di setiap sudut rumah Aceh ini memberikan filosofi akan status sosial ekonomi.

Semakin banyak jumlah ukiran di dinding rumah, maka semakin baik dan sejahtera status sosial ekonomi pemilik rumah.

Ukiran biasanya berwarna kuning keemasan dan merah terang.

Warna merah digunakan sebagai pembatas yang melambangkan kesejahteraan hidup serta martabat seseorang.

Jika diperhatikan, ukiran rumah adat Aceh mirip seperti ukiran pada rumah Betawi.

Motif yang ada pada setiap ukiran berbeda, mulai motif keagamaan, flora, fauna, alam, dan lainnya.

Motif keagamaan biasanya diambil dari ayat Alqur’an dan diletakkan di tulak angen (rongga angin).

Motif flora biasanya mengikuti bentuk tumbuhan seperti akar, bunga, batang, maupun daun.

Ukiran motif ini diletakkan di tangga, dinding tulak angen, balok pada bagian kap atas, dan jendela.

Motif fauna yang dipilih masyarakat Aceh pada umumnya adalah hewan unggas seperti merpati dan perkutut.

Sementara motif lainnya bisa berupa pucok reubong (pucuk rebung bambu), bungong kipah (bunga kipas), dan daun sirih. Nama-nama ini punya artinya loh sobat MI.

Salah satu motif pucuk rebung bambu, mengisyaratkan bahwa hidup itu bermula dari rebung dan berproses menjadi bambu.

BACA JUGA: Rumah Tongkonan, Jadi Simbol Derajat Sosial Masyarakat Toraja!

4. Sebagai rumah tahan gempa dan banjir

Tahun 2004 silam, Aceh pernah dilanda tsunami. Nah, selepas itu rumah tradisional Aceh disebut sebagai rumah tahan banjir.

Rumoh Aceh bisa dikatakan sebagai rumah bebas banjir lantaran beberapa hal.

Pertama, rumah adat ini berbentuk panggung, maka tak ayal jika rumoh Aceh disebut sebagai rumah tahan banjir.

Posisi tiang tidak terlalu rapat. Alhasil, arus air yang melewati bawah rumoh Aceh bebas mengalir dan tidak masuk rumah.

Kedua, pada samping rumah terdapat pohon besar. Nah, pohon ini menjadi penangkal ketika banjir datang. Dia bisa menahan derasnya arus air yang hendak menghantam rumah.

Lalu, kenapa rumoh Aceh bisa tahan gempa? Yaps karena struktur bangunannya tidak menggunakan paku melainkan tali dari alam.

Orang Aceh menyebutnya taloe meu-ikat. Tali yang digunakan biasanya terbuat dari rotan, ijuk, atau kulit pohon waru.

Alhasil rumah tidak akan mudah goyang ketika diterpa gempa. Hal ini dibuktikan pada 2014 silam.

Kala itu, Aceh diguncang gempa berkekuatan 8.9 SR dan rumoh Aceh tetap kokoh berdiri.

5. Jumlah anak tangga selalu berjumlah ganjil

Rata-rata rumah adat Aceh memiliki anak tangga berjumlah ganjil yaitu sekitar 7, 9, 11, atau 13.

Mengapa harus berjumlah ganjil? Meruntut cerita yang ada, angka ganjil disimbolkan sebagai sifat religius masyarakat suku Aceh.

Sementara dalam filosofi Aceh, angka ganjil merupakan bilangan yang khas dan sulit ditebak.

6. Ukuran pintu lebih rendah dari tinggi orang dewasa 

Ketika hendak masuk ke rumoh Aceh, sobat MI perlu membungkukkan badan.

Loh kenapa? Sebab, ukuran pintu rumah ini dibuat lebih rendah dari tinggi orang dewasa yaitu 120-150 cm.

Konsep tersebut sengaja dibuat untuk memberikan kesan hormat pengunjung kepada pemilik rumah.

7. Rumah adat berbentuk panggung

Bentuk rumah satu ini mirip dengan rumah panggung dan memiliki atap tinggi.

Rumoh Aceh didesain seperti itu guna menghindari binatang buas.

Selain itu, untuk mengurangi kelembaban, panas, dan memperlambat pembusukan makanan yang berada di dalam rumah.

Rumoh Aceh berbentuk persegi panjang, memanjang dari timur ke barat.

Konon, bentuk memanjang dipilih untuk memudahkan dalam menentukan arah kiblat.

Macam Macam Rumah Adat Aceh

Setiap daerah pasti memiliki beragam jenis rumah adat. Berikut 3 macam rumah adat asal Aceh, mulai dari biaya rendah hingga tinggi.

1. Rumah Krong Bade

Rumah krong bade memiliki konsep rumah berbentuk panggung. Tingginya berkisar 2-3 meter.

Material yang digunakan rata-rata dari bahan alam seperti kayu dan daun rumbia.

Pada kolong rumah, biasanya digunakan untuk menyimpan bahan makanan hingga kegiatan menenun.

Krong bade juga identik dengan jumlah anak tangga berjumlah ganjil. Di setiap ruangan sobat MI akan menemukan beberapa ukiran dengan beragam motif.

Konon, dalam membangun rumah ini cukup menguras kantong.

2. Rumah Santeut

Nama lain dari rumah santeut adalah ‘tampong limong’.

Bentuk rumah ini cukup sederhana. Untuk tinggi tiangnya dibuat sama yaitu 1,5 meter.

Terkait biaya pembangunannya, terbilang lebih murah jika dibandingkan dengan rumah krong bade.

Bagian atapnya menggunakan daun rumbia. Sementara lantainya menggunakan bambu yang disusun berjajar rapat.

Lantaran lantai terbuat dari belahan bambu maka lantai juga berfungsi sebagai ventilasi udara.

Kolong rumah santeut biasanya digunakan untuk menerima tamu dan kegiatan tertentu.

3. Rumah Rangkang

Rumah rangkang dibangun hanya untuk tempat persinggahan belaka.

Konsep dari rumah ini adalah panggung. Lantaran hanya tempat singgah, maka biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan rangkang cenderung murah.

Material yang digunakan adalah kayu, daun rumbia.

BACA JUGA: Jenis Rumah Betawi, Ternyata Ada Rumah Panggung Juga Loh!

Elemen Rumoh Aceh

Elemen pembentuk rumah adat Aceh dimulai dari alas tiang hingga atap. Keseluruhan elemen itu diambil dari alam. Berikut jenis-jenisnya:

1. Tameh

Tameh (bahasa Aceh) artinya tiang yang digunakan sebagai penyangga badan rumah.

Setiap rumoh Aceh memiliki jumlah tiang yang berbeda-beda tergantung banyaknya ruangan.

Jika dalam satu rumah hanya terdiri dari 3 ruangan, maka hanya ada 16 tiang penyangga.

Berbeda halnya jika satu rumah terdiri dari 5 bagian. Maka, jumlah tiang penyangga yang dibutuhkan adalah 24.

Penggunaan tameh ditujukan untuk memudahkan si pemilik rumah ketika ingin memindahkan rumahnya.

Pemilik rumah tidak harus membongkarnya terlebih dahulu.

2. Tameh raja

Tameh raja merupakan tiang utama sisi kanan pintu masuk.

Tameh raja bisa disebut juga sebagai tiang raja. Loh kenapa dijuluki ‘tiang raja’?

Sebab, tiang ini memiliki ukuran lebih besar dari tiang biasa.

3. Tameh putroe

Jika tameh raja itu tiang raja, maka tameh putroe adalah tiang putri. Tiang ini merupakan tiang utama di sisi kanan pintu masuk.

Nah kenapa dinamakan tiang putri? Sebab, posisinya sejajar dengan tiang raja.

4. Gaki tameh

Gaki tameh yaitu alas tiang dari batu sungai. Alas ini berfungsi menyangga tiang kayu agar tidak masuk ke dalam rumah.

5. Rok

Rok adalah balok pengunci biasa yang sifatnya untuk menguatkan hubungan antar ujung tiap balok.

6. Thoi

Thoi, balok pengunci yang arahnya tegak lurus dengan rok.

7. Peulangan

Dalam dunia desain, peulangan adalah interior. Tempat bertumpu dinding dalam.

8. Kindang

Elemen kindang bisa disebut juga eksterior, yaitu tempat bertumpu dinding luar.

9. Aleue

Aleue, sebuah lantai yang terbuat dari papan berbilah kecil.

10. Rante aleue

Rantee aleue merupakan pengikat lantai yang biasanya terbuat dari rotan atau tali.

11. Lhue

Lhue adalah sebuah balok rangka yang digunakan sebagai penyangga lantai.

12. Neudheuk lhue

Elemen satu ini adalah tempat bertumpu lhue.

13. Binteh

Binteh merupakan bahasa Acehnya dinding.

14. Binteh cato

Binteh cato adalah dinding catur yang salah satu bentuk jalinan dinding.

15. Boh pisang

Boh pisang, papan kecil diatas kidang.

16. Tingkap

Tingkap itu jendela. Biasanya ukuran jendela rumah adat Aceh kecil. Jendela utama ada pada sisi rumah.

17. Pinto

Pinto itu sama saja dengan pintu. Rata-rata ukuran pintu adalah 120-150 cm.

18. Rungka

Rungka adalah rangka atap.

19. Tuleung rhueng

Tuleung rhueng, tempat bersandar kaso pada ujung atas. Orang Aceh juga sering menyebutnya balok wuwung.

Balok wuwung terbuat dari kayu ringan sehingga tidak memberatkan beban atap.

20. Gaseue gantong

Gaseue gantong merupakan istilah bahasa Aceh yang artinya kaki kuda-kuda.

21. Puteng tameh

Bagian ujung tiang yang dipahat dan digunakan sebagai penyambung balok.

22. Taloe pawai

Sebuah tali pengait atap yang diikatkan pada ujung bui teungeut.

23. Bui teungeut

Bui teungeut merupakan potongan kayu yang berfungsi sebagai penahan neudheuk gaseue.

24. Tulak angen

Sebuah rongga berlalu angin yang berada di dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga. Tulak angen biasa dikenal dengan sebutan tulak angin.

Tahap Pembangunan Rumoh Aceh

Dalam mendirikan suatu bangunan, banyak tahap yang harus ditempuh.

Berikut tahapan yang harus dilalui masyarakat Aceh ketika hendak membangun rumoh Aceh.

1. Musyawarah

Layaknya pembangunan rumah pada umumnya, pembangunan rumoh Aceh juga diawali dengan musyawarah.

Musyawarah di sini melibatkan 2 pihak yaitu keluarga dan masyarakat.

Pertama dilakukan musyawarah dengan keluarga terlebih dahulu. Setelah mencapai kata sepakat baru ke tingkat masyarakat.

Pihak keluarga nantinya meminta bantuan masyarakat dalam menentukan hari baik membangun rumoh Aceh.

Selanjutnya memberitahu teungku di desa agar bisa mengkoordinasi masyarakat untuk bergotong royong dalam pembangunan rumoh Aceh.

Perlu diingat gotong royong ini hanya sebatas membantu dan memenuhi norma-norma yang ada di masyarakat Aceh.

Masyarakat hanya ikut serta dalam pembangunan mendirikan tameh. Setelah itu, tanggung jawab pembangunan diserahkan kepada utoh (tukang).

Utoh akan dibayar sesuai dengan kesepakatan antara pemilik rumah dengan utoh tersebut. Utoh sangat mengerti tentang seluk beluk pertukangan dalam membangun rumoh Aceh.

2. Menyiapkan material

Setelah musyawarah selesai dilanjutkan pada proses mengumpulkan material.

Material yang digunakan adalah material yang terdapat di lingkungan sekitar.

Penggunaan material dari alam sekitar tidak hanya karena bahan tersebut mudah didapatkan. Namun, juga disesuaikan dengan keadaan iklim dan geografis wilayah Aceh.

Bahan yang digunakan meliputi:

a. Kayu

Biasanya jenis kayu yang digunakan dalam pembangunan rumoh Aceh adalah kayu pohon sentang, nangka, bak mane, rotan, dan sebagainya.

Kayu-kayu ini digunakan untuk konstruksi utama yaitu tameh, rhoek, dan konstruksi atap (kuda-kuda dan gording).

Selain itu kayu juga digunakan untuk membuat tangga dan pasak.

b. Papan

Material papan biasanya digunakan untuk konstruksi dinding dan lantai. Kayu yang digunakan untuk papan adalah kayu sentang, barang, atau kayu pohon kelapa.

c. Bambu

Selain kayu, material yang digunakan untuk lantai dan dinding adalah bambu. Bambu ini nantinya dibelah dan diikat/digabungkan dengan tali yang dibuat dari kulit bambu itu sendiri ataupun tali ijuk.

d. Tali ijuk

Tali ijuk digunakan untuk menggabungkan belahan bambu. Selain itu juga untuk mengikat konstruksi atap dan daun rumbia.

e. Daun rumbia

Daun rumbia dikenal juga dengan nama daun kelapa. Biasanya daun ini digunakan sebagai penutup atap.

Pemilihan bahan atap dengan daun rumbia bukan tanpa sebab.

Pertama, dulu di wilayah Aceh tumbuh subur pohon kelapa sehingga mudah untuk didapat.

Kedua, pohon kelapa cocok untuk daerah tropis. Ketika daun kelapa dijadikan atap, dia tidak akan menghantarkan panas. Alhasil ruangan akan tetap terasa sejuk.

f. Batu

Bahan yang digunakan sebagai pondasi adalah batu kali pipih.

Pondasi ini sering dinamakan gaki tameh.

Tameh nantinya akan diletakkan di atas batu dengan tujuan agar tameh tidak mudah lapuk.

BACA JUGA: Bangunan Rumah Hanoi Juga Berasal dari Alam!

3. Pembangunan rumah

Setelah semua bahan terkumpul, maka pendirian rumoh Aceh pun siap dilakukan.

Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan pondasi. Nantinya pondasi digunakan sebagai tempat tiang penyangga.

Lalu, tiang raja dipancangkan dan diikuti oleh tiang lainnya.

Jika semua tiang sudah terpasang, maka dilanjut dengan pembuatan lantai, dinding, hingga atap.

Bagian terakhir dari proses pembuatan rumah adat Aceh adalah penambahan ornamen dan hiasan pada rumah.

Pembagian Ruang Rumoh Aceh 

Mengutip jurnal bertajuk “Kajian Kearifan Lokal pada Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh (2017)”, rumoh Aceh terbagi menjadi beberapa ruangan.

Berikut pembagian ruang rumoh Aceh:

1. Seuramoe keu (Serambi depan)

Seuramoe keu atau yang kerap dikenal serambi depan biasanya digunakan sebagai tempat ruang tamu dan sifatnya semi publik.

Namun, serambi ini hanya dikhususkan untuk tamu pria. Ketika hendak menginap, tamu pria akan ditempatkan di sini.

Tamu yang boleh naik keatas hanya tamu yang diijinkan oleh tuan rumah/kepala rumah tangga.

Jika di rumah tidak ada kepala rumah tangga, biasanya tamu akan diterima di kolong rumah yang terdapat bale-bale (balai).

Pada acara keluarga seperti pernikahan, seuramoe keu digunakan untuk menerima linto baro (pengantin pria) sebelum disandingkan di pelaminan dengan dara baro (pengantin wanita).

2. Seuramoe inong (Ruang tengah)

Posisi seuramoe inong biasanya dibuat tinggi yaitu setengah meter lebih tinggi dari serambi depan dan belakang.

Ruang tengah memiliki 2 kamar di sisi kiri dan kanan.

Jika letak kedua kamar didasarkan pada kebiasaan letak rumoh Aceh yaitu menghadap ke utara atau selatan maka kedua kamar masing-masing terletak di sebelah timur dan barat.

Dua kamar tersebut dinamakan jurei dan anjong.

a. Jurei

Jurei biasanya dihuni oleh anak perempuan yang belum menikah. Kamar ini berada di sisi timur.

Namun, ketika anak perempuan tersebut telah menikah maka mereka akan pindah ke anjong.

Lalu, kepala keluarga pindah ke  jurei.

b. Anjong

Anjong berada di sebelah barat dan ditempati oleh orang tua.

Sobat MI perlu tau bahwa lantai di dalam anjong bisa dilepas.

Konon, ruang anjong juga digunakan untuk memandikan jenazah.

Ketika prosesi pemandian jenazah berlangsung, lantai tersebut bisa dilepas dan di bawahnya dipasang seng/terpal guna mengalirkan air ke halaman rumah.

3. Seuramoe likot (Serambi belakang)

Jika seuramoe inong tidak menyediakan  junei, maka anak perempuan akan ditempatkan di sini.

Selain itu, juga digunakan untuk menerima tamu perempuan yang masih kerabat dekat.

Seuramoe likot cukup privasi. Sehingga tak sembarang orang bisa masuk.

4. Rumoh dapu (Dapur)

Bagian ruang dapur dibuat sejajar atau bahkan lebih rendah dibanding serambi belakang.

Layaknya dapur pada umumnya, ruang ini digunakan sebagai tempat memasak.

Rumoh dapu bisa sobat MI jumpai di dekat serambi belakang sisi timur.

5. Kolong rumah

Kolong rumoh Aceh biasanya dipergunakan sebagai ruang publik. Tempat berkumpul dan melakukan kegiatan sehari-hari.

Kegiatan itu meliputi menganyam (tikar, tampi beras, keranjang dll), mengumpulkan buah melinjo/pinang untuk dijual, menumbuk padi setelah 1 panen atau hanya duduk berkumpul dengan para tetangga.

Tinggi kolong rumah sekitar 2-3 meter. Sehingga ruang ini sangat fleksibel dan multifungsi.

Dimana Kita Bisa Menemukan Rumoh Aceh?

Jika ingin mengintip bagaimana rumah adat Serambi Mekkah, sobat MI bisa menjumpainya di kawasan Museum Aceh. Tepatnya di Jl. Sultan Mahmud Syah No.10, Peuniti, Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh.

Selain itu, sobat MI juga bisa menjumpainya di Gampong Lampisang, Aceh Besar. Tepatnya 10 km dari pusat Kota Banda Aceh.

Bangunan ini dulunya merupakan rumah pahlawan Aceh, Cut Nyak Dhien.

Rumah srikandi Cut Meutia juga memiliki bentuk dan corak seperti rumoh Aceh. Rumah ini terletak di Matangkuli, Aceh Utara.

Ketiga rumah diatas masih khas dan tradisional, baik dari segi bentuk maupun unsur bangunannya.

Nah, itu dia gambaran rumah adat Aceh mulai dari keunikan, jenis, hingga pembagian ruangnya.

Jangan lupa untuk terus membaca postingan kita ya sobat MI. Caranya gampang kok dengan klik di sini. Rasakan manfaat, keasikan, dan keseruan mengenal indonesia melalui postingan di website dan akun sosial media Mengenal Indonesia

 

Referensi:

Hasbi, RM. 2017. “Kajian Kearifan Lokal pada Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh. J Arsitektur, Bangunan, dan Lingkungan 7(1): 1-16

Share this :

Leave a Comment