
Ritual misterius dari Tana Toraja, keberagaman budaya di Indonesia juga kerap menjadi daya tarik wisatawan dalam maupun luar negeri. Salah satu daerah yang budayanya terkenal untuk menjadi destinasi wisata adalah Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Tana Toraja memang terkenal dengan warisan budayanya yang kaya dan unik, salah satunya adalah ritual Ma’nene.
Ritual Ma’nene bisa dibilang sebagai salah satu ritual misterius dari tana Toraja yang menyeramkan dan misterius, karena kegiatan ritual ini adalah membersihkan jasad leluhur yang sudah meninggal sejak ratusan tahun yang lalu. Dilansir dari kumparan.com, saat ini memang ritual ini sudah mulai jarang dilakukan, namun masih ada beberapa daerah yang mempertahankan warisan budaya ini, contohnya Desa Pangala dan Baruppu yang masih rutin melakukan kegiatan ini. Ma’nene dilakukan setiap tiga tahun sekali agar sanak saudara yang berada jauh dari sana bisa datang dan mengikuti ritual adat ini.
Bagi orang awam, ritual misterius dari tana Toraja yang dilaksanakan setiap bulan Agustus ini dianggap sebagai ritual yang menyeramkan, namun tidak bagi masyarakat di sana yang sudah terbiasa melakukan ritual ini selama bertahun-tahun. Layaknya pernikahan, kematian adalah suatu momen yang penting untuk dirayakan. Meskipun tidak ada aturan tertulisnya, namun tradisi ini sudah menjadi standar tidak tertulis di sana. Ma’nene bukan sekadar ritual biasa, namun Ma’nene merupakan simbol pentingnya hubungan keluarga di Tana Toraja, khususnya dengan mereka yang sudah meninggal dunia. Ma’nene juga menjadi momen untuk berkumpul dengan seluruh sanak saudara. Acara ini begitu sakral sehingga para anggota keluarga yang merantau ke luar daerah pun biasanya berusaha untuk pulang sehingga bisa mengikuti prosesi ini.
Ma’nene mempunyai dua makna. Yang pertama Ma’nene berasal dari kata nene atau nenek yang berarti leluhur atau orang yang sudah tua. Yang kedua, nene dimaknai sebagai orang yang sudah meninggal dunia, baik yang sudah tua maupun yang masih muda. Kemudian diberi tambahan kata ma di depannya yang diartikan dengan “merawat mayat”.
Proses Ritual Ma’nene
Mengutip dari Jurnal Candrasangkala Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018 berjudul Tradisi Ma’nene sebagai Warisan Budaya Etnis Toraja yang ditulis oleh Rudy Gunawan dan Merina, ritual Ma’nene biasanya dilakukan secara bersama-sama satu keluarga bahkan satu desa, sehingga rangkaian acaranya berlangsung cukup lama. Prosesi ini diawali dengan datangnya anggota keluarga ke Patene, kuburan yang bentuknya mirip seperti rumah, untuk mengambil jasad keluarganya yang sudah meninggal. Sesudah jasad dikeluarkan dari Patene, jasad itu kemudian dibersihkan dan pakaiannya digantikan dengan pakaian atau kain yang baru.
Bagi jasad pria, biasanya akan dikenakan jas hingga kacamata, sedangkan jasad wanita biasanya akan dikenakan gaun pengantin. Ketika sudah selesai dikenakan pakaian baru, jasad kembali dibungkus dan dimasukkan ke dalam Patene. Akhir dari prosesi ini adalah Sisemba. Sisemba merupakan acara silaturahmi antar keluarga yang dilaksanakan dengan cara makan bersama. Makanan yang disajikan juga bukan makanan sembarangan, atau harus berasal dari sumbangan tiap keluarga leluhur. Para anggota keluarga berkumpul di rumah adat Tongkonan untuk melakukan ibadah bersama-sama.
Untuk mengadakan ritual misterius dari tana Toraja ini diperlukan biaya yang tidak sedikit. Sehingga biasanya yang melakukan acara ini berasal dari keluarga bangsawan. Umumnya, ritual Ma’nene dilakukan sebelum musim tanam menggunakan dana yang dihasilkan dari panen sebelumnya. Namun banyak pula yang rela menjual tanah atau meminjam uang untuk bisa menyelenggarakan upacara ini.
Baca juga : Tradisi Unik Sebelum Pernikahan ala Suku Sasak
Sejarah Tradisi Misterius Ala Tana Toraja
Ritual misterius dari tanah Toraja ini ada tentu karena ada sesuatu yang melatarbelakanginya. Dikutip dari tirto.id, beratus-ratus tahun yang lalu, ada seorang pemburu bernama Pong Rumasek yang berasal dari Toraja sedang berburu ke hutan Pegunungan Balla. Ketika sedang berburu ia menemukan sesosok mayat yang tergeletak di jalan dengan kondisi yang mengenaskan. Melihat hal itu, Pong pun melepaskan pakaiannya dan mengenakannya pada jasad yang ia temukan. Setelah selesai mengenakan pakaiannya pada jasad tersebut, Pong memindahkan mayat tersebut ke tempat yang lebih aman dan melanjutkan perburuannya.
Ketika sampai di rumah, Pong heran, sebab ia mendapati hasil panen dan perkebunannya berlimpah lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Tidak hanya itu, bahkan setiap kali ia berburu, ia tidak mengalami kesulitan lagi, tidak hanya berburu binatang namun juga buah-buahan. Setelah kejadian yang dialami Pong, setiap kali ia ke hutan, Pong bertemu dengan orang mati yang waktu itu ia rawat. Karena kejadian inilah, Pong percaya bahwa tidak hanya manusia yang masih hidup yang harus dimuliakan, namun orang mati pun juga harus dimuliakan.
Karena apa yang dialami oleh Pong, maka masyarakat Toraja juga ikut melakukan tradisi ini, dengan harapan apa yang terjadi oleh Pong juga akan terjadi pada mereka.
Referensi
Kumparan. 2020. “Mengenal Ma’Nene, Ritual Mengganti Pakaian Mayat di Toraja, Sulawesi Selatan”. https://kumparan.com/kumparantravel/mengenal-manene-ritual-mengganti-pakaian-mayat-di-toraja-sulawesi-selatan-1tBLo7QWmt8/full
Iswara N. Raditya. 2017. “Makna Kematian di Balik Ritus Ma’nene”. https://tirto.id/makna-kematian-di-balik-ritus-manene-cy8h
Rudy Gunawan, Merina. Tradisi Ma’nene sebagai Warisan Budaya Etnis Toraja. Jurnal Candrasangkala. Vol 4 No.2 Tahun 2018
- Nasi Rawon, Hidangan Khas Jawa Timur yang Wajib Dicoba - 19/07/2021
- Mengintip Pesona Alam Pantai Nguluran melalui Teras Kaca - 19/07/2021
- Pantai Dreamland, Surga Para Surfer - 15/07/2021