Mengenal Indonesia

Rangkaian Upacara dan Tradisi Masyarakat Hindu Menyambut Hari Nyepi

Share this :

Seluruh umat beragama Hindu yang berada di Indonesia akan merayakan Hari Nyepi tepat saat Tahun Baru Saka di tanggal 22 Maret. Sejarah mencatat bahwa hari raya nyepi telah dirayakan oleh umat Hindu di Indonesia sejak tahun 78 masehi. 

Nyepi dirayakan sehari setelah Tilem Kesanga (IX), yang dianggap sebagai hari penyucian para dewa. Istilah Nyepi berasal dari kata “sepi” dan mengacu pada kesunyian dan ketenangan pada hari itu. Dalam mempersiapkan hari Nyepi, umat Hindu mengikuti berbagai upacara dan tradisi seperti Melasti, Tawur Agung Kesanga, dan Pengerupukan.

Kali ini, MI ingin membahas mengenai ketiga tradisi tersebut. Bagaimana prosesinya? Simak infonya berikut ini!

1. Melasti

Sumber: Getty Images/Agung Parameswara

Upacara Melasti biasanya dilakukan beberapa hari sebelum hari Nyepi.  Tujuan Melasti adalah untuk menyucikan Bhuana Alit (kekuatan batin manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta), yang dilakukan melalui ritual yang dilakukan di laut yang disebut Segara.  

Upacara tersebut meliputi penyucian pratima, alat-alat upacara, dan perlengkapan lainnya dengan cara dibenamkan di laut, danau, atau sungai. Pratima adalah representasi Tuhan/Bhatara yang berfungsi sebagai sarana pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa (nama Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Hindu).

Selain pratima, masyarakat Hindu juga membawa Rangda, Barong, dan arca lainnya dalam prosesi perarakan. Peserta upacara ini biasanya mengenakan pakaian putih. Upacara Melasti berlangsung di setiap desa, dan merupakan hal yang umum untuk melihatnya dilakukan pada hari-hari menjelang hari Nyepi. Upacara ini juga dikenal sebagai melis atau mekiyis di Bali.

2. Tawur Agung Kenanga

Sumber: BeritaSatu

Upacara Tawur Agung Kesanga berlangsung sehari sebelum hari Nyepi di lapangan Puputan Badung, Denpasar. Upacara ini bertujuan untuk menyucikan Jagad, termasuk Bhuana Alit dan Bhuana Agung, dengan mengedepankan keseimbangan dan keharmonisan alam berdasarkan prinsip Tri Hita Karana. Adapun Tri Hita Karana terdiri dari konsep tiga elemen penting bagi umat Hindu, yakni manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.

Upacara tersebut merupakan ritual dalam Bhuta Yadnya yang dilaksanakan untuk menjamin kesejahteraan dan keharmonisan alam. Masyarakat beragama Hindu umumnya juga melakukan upacara mecaru di rumah, yang memiliki makna yang sama dengan Tawur Agung Kesanga namun dilakukan dalam skala yang lebih kecil.

BACA JUGA: Sejarah Imlek Di Indonesia: Benarkah Perayaan Imlek Sempat Dilarang?

3. Pangerupukan

Sumber: Wowkeren

Dalam budaya Hindu Bali, Pengerupukan dikaitkan dengan parade festival ogoh-ogoh. Karya patung ini dipandang oleh umat Hindu Bali sebagai representasi dari aspek negatif dan jahat dari sifat manusia. Akibatnya, pada akhir festival, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol penyucian unsur-unsur jahat dari sifat manusia yang dihilangkan selama ritual hari Nyepi.

Ogoh-ogoh adalah salah satu bentuk seni pahat dalam budaya Bali yang menggambarkan karakter Bhuta Kala. Bentuk dan wujud dari patung-patung ini biasanya berukuran besar dan menakutkan, mewakili sifat-sifat negatif yang ada di dunia. Selama parade, ogoh-ogoh dibawa berkeliling desa sambil diiringi gamelan bleganjur dan obor.

Untuk menghilangkan Buta Kala dari rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitarnya, upacara pengerukan juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan menaburkan nasi tawur, menerangi rumah dan pekarangan dengan obor, menyemprotkan bubuk mesiu dan memukul-mukul benda hingga menimbulkan suara keras. Tindakan ini dilakukan untuk mengusir roh dan energi negatif dari area tersebut.

BACA JUGA: 7 Klenteng Tertua Di Indonesia: Mulai Masuk MURI Hingga Terluas Di Asia Tenggara!

Jangan lupa untuk terus membaca postingan kita ya Sobat MI. Caranya mudah kok. Dengan klik disini. Rasakan manfaat, keasikan, dan keseruan mengenal indonesia melalui postingan di website dan akun social media mengenal indonesia.

Share this :

Leave a Comment