Mengenal Indonesia

Budaya Suku Bugis

Moral Character: Integrasi Kearifan Lokal Masyarakat Bugis Berbasis Pendidikan Karakter

Share this :

Bangsa Indonesia terdiri dari masyarakat multikultural yang memiliki berbagai suku bangsa yang bukan rahasia lagi dengan jarang ada tandingannya di seluruh dunia, serta menjunjung tinggi kearifan lokal untuk tetap menjaga eksistensi dan nilai tradisi yang masih berlaku dan bertahan dalam suatu daerah.

Salah satunya melalui pengintegrasian unsur budaya dalam pendidikan. Budaya tersebut merupakan unsur yang erat hubungannya dengan kehidupan manusia yang dapat diinternalisasikan dalam pendidikan, diantaranya pendidikan karakter (Yunus, 2020).

Seiring bertransformasinya zaman, globalisasi banyak memberi dampak pada pendidikan yang dapat mengakibatkan bergesernya pendidikan karakter sehingga terkikisnya moral dan akhlak pada generasi muda zaman sekarang. Hal ini juga berdampak pada lunturnya suatu nilai dalam kebudayaan sehingga berkurangnya rasa cinta terhadap budaya sendiri oleh generasi muda dan gaya hidup yang mengikuti model barat.

Padahal terdapat banyak nilai-nilai karakter, petuah maupun budaya lokal dari adat istiadat maupun suku bangsa di Indonesia sebagai rujukan untuk pembentukan pendidikan karakter, salah satunya adalah suku Bugis (Zulkarnaen, 2022).

Suku bangsa Bugis adalah salah satu etnik di Indonesia yang termasuk ke dalam rumpun keluarga besar Austronesia yang mendiami bagian selatan pulau Sulawesi.

Budaya Masyarakat Bugis

Budaya Suku Bugis
Sumber: Kumparan.com

Dalam masyarakat Bugis, terdapat 4 budaya yang tetap menjadi asas hingga saat ini yaitu siri’ (malu) yang mencerminkan identitas serta watak orang Bugis. Rasa malu inilah yang erat kaitanya dengan  kehormatan (honour), harga diri (high respect), harkat (value), dan  martabat (dignity) sebagai seorang manusia.

Siri’ merupakan pandangan yang dijiwai secara individu. Seseorang dapat merasa malu karena perbuatan dan sikapnya dan karena orang lain. Siri’ terdiri dari 4 macam yaitu yang menyangkut dengan pelanggaran asusila seperti perzinahan, pemerkosaan, dan kawin lari. Lalu siri’ kriminal seperti menempeleng atau mengatai-ngatai orang di depan umum.

Orang yang diperlakukan seperti ini, dapat melakukan pembalasan sehingga timbul perkelahian. Selanjutnya siri’ malu-malu atau shy. Orang tersebut bisa merasa malu walaupun tidak dipermalukan depan umum. Semisal malu untuk bernyanyi di depan umum.

Terakhir siri’  yang menimbulkan motivasi untuk tetap bersinergi dan berprestasi dalam hal merasa malu jika gagal, maupun malu jika pulang tidak membawa hasil sesuai  yang diharapkan (Juniar Purba, 2018). 

Dengan siri’ (rasa malu) inilah seseorang bisa hidup di dunia, karena jika rasa malu itu sudah hilang dalam diri seseorang maka baginya kematian jauh lebih baik, karena hidupnya sudah tidak berarti lagi, bahkan hewan dianggap lebih berarti dari manusia yang hidupnya tanpa malu (siri’).

Budaya 3S

Di samping itu ada 3S yaitu Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi. Sipakatau berarti saling memanusiakan, sipakainge berarti saling mengingatkan agar setiap individu terhindar dari perbuatan menyimpang, dan sipakalebbi berarti saling menghargai serta saling memuji satu sama lain yang bertujuan untuk menjalin kerja sama (Arhanuddin Salim, 2018, pp. 49-55).

Budaya-budaya inilah yang memberikan dampak positif terhadap pembentukan kepribadian setiap individu apabila budaya tersebut  ditanamkan dan diimplementasikan kepada generasi muda zaman sekarang, tentunya dapat memperkokoh jati diri bangsa dengan modal generasi yang bermoral baik dan sopan santun.

Walaupun dewasa kini, sebagian masyarakat memandang implementasi budaya tersebut merupakan suatu hal yang ketinggalan zaman. Namun dengan adanya akumulasi nilai-nilai luhur tersebutlah bagi masyarakat yang masih melestarikan budaya tersebut menganggap sebagai salah satu cara yang efektif untuk melestarikan budaya (Arhanuddin Salim, 2018).

Wujud strategi karakter berbahasa yang direpresentasikan oleh masyarakat Bugis dalam berinteraksi komunikasi berdasarkan konteks dan situasi, implikasi dan realisasi prinsip nilai siri’ dan nilai makna 3S tadi yang erat kaitannya dengan pendidikan karakter pada generasi muda zaman sekarang.

Menurut artikel dari Universitas Muhammadiyah Makassar (REZKIANAH, 2020), pendidikan karakter saat ini perlu penekanan dan penguatan  sebagai sarana membudaya dan memanusiakan. Karena sejatinya pendidikan karakter bersifat kuratif yang tidak hanya mengukuhkan moral intelektual, namun juga secara personal dan sosial yang bisa menjadi salah satu wadah penyembuh sosial. Apalagi dengan kemajuan teknologi informasi, lintas budaya menjadi sentuhan secara gigih oleh teknologi sebagai salah satu wadah untuk membentuk pendidikan karakter dan melestarikan kebudayaan (Wardani, 2021).

Sejak beberapa dekade yang lalu, eksistensi masyarakat Bugis dalam hubungan antarbangsa, baik dalam skala regional (Asia Tenggara) maupun dalam skala internasional (global) sudah terkenal. Hal ini dibuktikan dengan seorang negarawan Inggris yang juga Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Sir Thomas Stamford Bingley Raffles yang menggambarkan Bugis sebagai kerajaan maritim dan menjadi pusat perdagangan yang besar di pulau Celebes (Sulawesi).

Orang Bugis dikenal sebagai orang yang berbadan tidak terlalu tinggi namun pemberani, berjiwa petualang, suka kehidupan yang menantang dan memiliki semangat usaha paling tinggi di antara suku-suku bangsa Timur (Juniar Purba, 2018, p. 13).

Orang Bugis juga dicitrakan sebagai pekerja keras, memiliki spirit pengembara yang tangguh dan sukses dalam membuka relung ekonomi yang belum tereksploitasi sebelumnya. Eksistensi budaya Bugis sudah ada sebelum datangnya Islam. Sehingga budaya tidak diatur sama sekali oleh ketentuan syariah, namun ketentuan syariah juga sama sekali tidak ditinggalkan. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas suku Bugis adalah beragama Islam.

Dalam Jurnal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang berjudul “Religiusitas dan Kepercayaan Masyarakat Bugis-Makassar”, bahwa terhitung 97% orang Bugis merupakan penganut agama Islam (Ridwan, 2022).

Ajaran Islam dalam Pelaksanaan Adat Suku Bugis

Ajaran Islam dalam Pelaksanaan Adat Suku Bugis
Sumber: etnis.id

Prinsip ajaran Islam pun menjadi dasar langgengnya pelaksanaan adat. Dalam pelaksanaan adat, terdapat akulturasi Islam dan budaya suku bugis yang tetap eksis sampai saat ini yaitu mabbarasanji.

Sebagai bukti nyata dari sikap kesantunan Islam terhadap budaya dan tradisi bugis yang mendeskripsikan mengenai perilaku keseharian manusia dan realitas sosial sebagai wujud cerminan keseharian baginda Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan bahwa jalan inilah jalan yang sebenarnya dilalui agar tidak salah arah dan sesat, jalan yang seirama dengan Rasulullah dan para sahabatnya.

Selanjutnya ada ma’baca. Ma’baca merupakan tradisi sebelum ramadhan yang dilakukan sebagai doa keselamatan bersama yang dipimpin oleh anrong guru yang diamanahkan oleh pemilik hajatan.

Terakhir yaitu mappacci. Mappacci merupakan salah satu rangkaian adat istiadat pelaksanaan pesta perkawinan yang berarti penyucian diri, sekaligus wahana pewarisan nilai-nilai kesucian bagi sang pengantin.

Sebagaimana ajaran Islam yang menghendaki adanya kesucian lahir dan batin. Selain itu menamatkan bacaan Al-Qur’an agar nantinya calon pengantin bisa meresapkan dalam dirinya nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Hal inilah yang menjadikan budaya Bugis masih bisa melaksanakan budaya mereka tanpa bertentangan dengan syariat Islam karena tidak selamanya tradisi budaya berdampak negatif (Rasni, 2019).

Budaya Bugis yang diintegrasikan dalam pendidikan karakter ini memiliki nilai dan makna yang baik. Sebagaimana dari berbagai pendapat, dapat kita sepakati bersama bahwa karakter adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang tercurahkan dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan yang berdasarkan norma-norma agama, tata krama, budaya dan adat istiadat.

 Karakter itu hubungannya kuat dengan lingkungan serta budaya, dan budaya nasional sangat erat integrasinya dengan kebudayaan daerah. Hal ini sejalan dengan penjelasan pasal 32 undang-undang dasar 1945 menyatakan makna kebudayaan nasional dan kedudukan kebudayaan daerah sebagai berikut: “Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan didaerah-daerah Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan nasional. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat kemanuasiaan bangsa.”

Hal ini dapat dijadikan penguatan dalam pengintegrasian budaya masyarakat Bugis ke dalam pendidikan karakter dan menekankan penanaman nilai-nilai moral kepada peserta didik.

Integrasi Antara Kearifan Lokal Budaya Bugis dengan Pembentukan Pendidikan Karakter

Maka dengan adanya pengintegrasian antara kearifan lokal budaya Bugis dengan pembentukan pendidikan karakter dapat menuntun generasi muda yang sekarang masih dalam proses dan berkembangnya ke arah yang optimal agar kelak nantinya memiliki pribadi dewasa. Karena itulah pendidikan karakter ala masyarakat Bugis merupakan kontrol diri dan kontrol sosial yang dapat membentuk jadi diri generasi muda di tengah gejoklanya zaman seperti saat ini agar perilaku seseorang sepadan dengan ketepatan sosial (Socially correct).

Dalam hal budaya lokal Bugis memiliki penjabaran konsep dalam pendidikan karakter seperti nilai kehormatan dengan memiliki rasa malu, nilai kemandirian dengan bentuk kerja keras dalam kehidupan masyarakat, nilai keterbukaan dengan penegakan hukum secara tegas, jujur, adil, transparan serta tanggung jawab dalam masyarakat.

Nilai kesadaran tentang bagaimana hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Sang Pencipta serta turut menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar. Serta nilai kebhinekaan yang tercermin dalam menghargai keragaman latar belakang budaya.

Oleh karena itu mari menjaga dan melestarikan budaya kita yang saat ini mulai terkikis. Sehingga dengan adanya pembelajaran yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan Bugis sangat berperan penting meningkatkan dan menumbuhkan jiwa-jiwa generasi yang berbudaya, pembentukan moral sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadikan tolak ukur acuan untuk masa depannya.

Daftar Pustaka

AQSA, M., 2020. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN MORAL DALAM BUDAYA SIRI’ MASYARAKAT BUGIS DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL , p. 5.

Arhanuddin Salim, Y. S. I. S. W., 2018. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM MASYARAKAT BUGIS. Ijtimaiyya : Perkembangan Masyarakat Islam, pp. 45-47.

Juniar Purba, S. M. M. N., 2018. RAHASIA KETANGGUHAN ORANG BUGIS. In: MASYARAKAT BUGIS DIASPORA DI BONTANG ABAD XX. Yogyakarta: Kepel Press, pp. 66-67.

K, A. H. & Mahyuddin, 2019. Modal Sosial Dan Integrasi Sosial: Asimilasi Dan Akulturasi Budaya Masyarakat Multikultural Di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Media Komunikasi Sosial dan Keagamaan, Desember, 12(2), p. 112.

Rasni, 2019. 3 AKULTURASI ISLAM DAN BUDAYA SUKU BUGIS-MAKASSAR YANG MASIH TETAP EKSIS. [Online]
Available at: https://rasniblog.wordpress.com/2017/01/20/3-akulturasi-islam-dan-budaya-suku-bugis-makassar-yang-masih-tetap-eksis/

REZKIANAH, A. E., 2020. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI SDN 283 LAUTANG KECAMATAN BELAWA KABUPATEN WAJO. Universitas Muhammadiyah Makassar, pp. 1-3.

Ridwan, E., 2022. Suku Bugis: Sejarah, Budaya dan Kisah Perantauan yang Hebat. [Online]
Available at: https://www.detik.com/sulsel/budaya/d-6307168/suku-bugis-sejarah-budaya-dan-kisah-perantauan-yang-hebat

Riskayani, A. S., 2020. Nilai-Nilai Budaya Bugis dalam Buku Pelajaran Sumangeqna Colliq Pujié Aqgurung Basa Ugi Kelas VII SMP/MTs. Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar, p. 2.

Wardani, L. K., 2021. FAKTA SOSIAL PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP KEBUDAYAAN BANGSA. [Online]
Available at: https://informatics.uii.ac.id/2021/03/08/fakta-sosial-pengaruh-teknologi-informasi-terhadap-kebudayaan-bangsa/

Yunus, S. F., 2020. MODEL PENDIDIKAN BUDAYA BUGIS DALAM PENERAPAN NILAI-NILAI PLURALISME DI IAIN PALOPO. JURNAL PENELITIAN IAIN KUDUS, Agustus, 14(2), p. 219.

Zulkarnaen, M., 2022. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal di Era Milenial. IAIN Pare-Pare – JURNAL PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA, 4(1), pp. 2-3.

Share this :

Leave a Comment